Selasa, 06 Desember 2011

Penyempurnaan Tahan api


Kain mudah terbakar (flammable) adalah kain yang akan terus terbakar meski tanpa dibantu bila terkena api. Sebaliknya adalah kain tahan api (non-flammable) yang tidak terbakar bila dikenai api. Flame retardant adalah istilah yang dipakai untuk menerangkan sifat tidak mudah terbakar pada kain, dimana pembakaran berlangsung lambat dan api akan mati dengan sendirinya bila sumber api ditiadakan.
Di beberapa negara maju tekstil untuk keperluan tertentu harus memenuhi pernyaratan tahan api. Amonium fosfat yang saat ini masih dipakai mulai digunakan pada tahun 1786. british patent 841 042 tahun 1907 menerangkan proses tahan api dengan cara merendam peras kain flanel dalam larutan stanat 450Tw, diikuti pengeringan dan pengerjaan dengan larutan amonium sulfat, serat lalu pembilasan. Pengerjaan tersebut akan meninggalkan senyawa stani oksida yang tidak larut pada akin dan memberikan sifat tahan api. Reaksi :
Na2SnO3    +    (NH4)2SO4                 Na2SO4  +  2 NH3   +   H2SnO3
Pada peristiwa pembakaran kain terjadi dekomposisi kimia serat dan menghasilkan suatu bahan tertentu yang mudah menguap dan dapat terbakar. Bila nyala api padam maka tinggalah residu sebagai karbon. Bagaimana sifat bahan dalam pembakaran ditentukan oleh jumlah bahan yan menguap. Perlu diingat bahwa sisa pembakaran (arang) juga dapat membara dan terus terbakar. Penyempurnaan tahan api diharapkan dapat mencegah tekstil terbakar bila kena api dan mencegah bara api terus menyala pada sisa pembakaran.

1.1         Bahan bahan penyempurnaan tahan api

Baha – bahan penyempurnaan api dapat digolongkan sebaagai berikut :
1.      Zat yang larut air dan larutannya dapat dikeringkan pada kain, misalnya borax (Na2B4O7.10H2O) dan alumunium sulfat (Al2[SO4]3.18H2O). hasil penyempurnaannya tidak tahan cuci.
2.      zat yang tidak larut  terutama zat organik. Zat ini ditempelkan pada serat dengan cara dekomposisi rangkap, misalnya pengendapan oksida titanium, antimon atau zirkonium. Kain direndam dalam larutan oksiklorida antimon dan titanium yang diasamkan lalu dilewatkan pada larutan natrium karbonat untuk mengendapkan oksida logam didalam serat. hasilnya tahan terhadap pencucian.
3.      bahan – bahan organik dengan kelarutan terbatas. Fiksasinya pada bahan tekstil dibantu resin sintetik sebagai zat pengikat. Hasil penyempurnaannya memiliki ketahanan yang baik.
4.      bahan – bahan yang diaplikasikan pada serat melalui larutan atau dispersi dan selanjutnya direaksikan dengan serat melalui pemanasan. Bahan – bahan berbentuk polimer akan berikatan dengan serat sedangkan bahan – bahan asam polibasa membentuk ester dengan selulosa. Kemampuannya bereaksi dengan serat membuat hasil penyempurnaannya memiliki ketahanan pencucian yang baik.
2. 1.  Proses penyempurnaan tahan api
Diantara zat – zat untuk penyempurnaan tahan api yang larut dalam air adalah:
o   Borax (Na2B4O7.10H2O)
o   Alumunium sulfat (Al2[SO4]3.18H2O).
o   Campuran borax/asm borat 7 : 3
o   Campuran borax/diamonium-hidrogen-fosfat 1 : 1
Zat – zat tersebut meleleh pada suhu relatif rendah dan membentuk busa pelindung api pada serat. Zat – zat tersebut efektif untuk mencegah nyala api walaupun bersifat sementara (tidak permanen). Asam borat dan asam fosfat atau garamnya dapat menghambat nyala bara api (afterglow) karena dapat melepaskan asam pada suhu tinggi.
Proses penyempurnaan tahan api dengan bahan – bahan anorganik tidak larut adalah proses perkin yang didasarkan pada dekomposisi ganda natrium stanat dan amonium sulfat sehingga menghasilkan stani oksida dan menyebabkan kerusakan kain kapas dan kurang tahan cuci.
Bahan – bahan tahan api asam yang tellah berhasil digunakan antara lain adalah asam sulfat dan asam fosfat (Bp 634, 690). Pada prinsipnya kain direndam peras dalam larutan asam lalu dipanasawetkan. Penambahan sianamida diperlukan untuk melindungi kain dari kemungkinan kerusakan akibat asam pada pengeringan dan pemanasawetan.
Pengerjaan dengan asam fosfat disamping memberikan sifat ketahanan nyala bara api, ternyata juga memberikan sifat tahan kusut pada kain dan mengurangi imbibisi airnya.
Pada kira – kira 1947 aminasi kapas memakai asam 2-aminoetilsulfat dan soda kostik menghasilkan kapas dengan sifat celup yang berbeda dan dapat dibuat tahan api secara permanen melalui reaksi dengan tetrakis (hidroksimetil) fosforium klorida (HOCH2)4PCl yang dikenal dengan singkatan THPC.

Sel-OH + NH2-(CH2)2-OSO2-OH + NaOH        Sel-O-(CH2)2-NH2 + Na2SO4 + H2O
                 Asam 2-aminoetilsulfat
Sel-O-(CH2)2-NH2 + (HOCH2)4PCl
                                    THPC


 


Sel—(CH2)2-N-CH2-P-CH2-N-(CH2)2-O-Sel


THPC dapat berkondensasi dan berpolimerisasi dengan sejumlah senyawa yang mengandung nitrogen dan dapat bereaksi dengan formaldehida dan menghasilkan bahan polimer yang tidak terbakar.

Kamis, 10 November 2011

Nadya Lestari zone: REFLEKSI 10 NOVEMBER (HARI PAHLAWAN)

Nadya Lestari zone: REFLEKSI 10 NOVEMBER (HARI PAHLAWAN)

Entri

REFLEKSI 10 NOVEMBER (HARI PAHLAWAN)

                                              REFLEKSI 10 NOVEMBER (HARI PAHLAWAN)
Oleh : Lestari Nadia
                                                               
10 November merupakan peringatan hari pahlawan, ketika berbicara mengenai pahlawan mungkin tidak ada salahnya kita mengulas memori dan berhenti di titik waktu pada tahun 1945, dimana para pahlawan berjuang mengorbankan harta, jiwa dan raganya untuk mewujudkan Indonesia merdeka dari penjajah. Bermodalkan Patriotisme, dan Nasionalisme yang tinggi para pahlawan memperjuangkan semuanya, bahkan tidak sedikit para pahlawan yang gugur di medan juang. Dengan semangat yang tinggi dan atas campur tangan Tuhan akhirnya Indonesia dapat merdeka, walaupun tidak bisa di pungkiri bahwa kemerdekaan yang kita raih bukanlah kemerdekaan seutuhnya, karena masih banyak rakyat Indonesia yang terjajah. Baik dari segi finansial, pendidikan, maupun kesehatan. Naasnya lagi penjajah zaman sekarang adalah bangsa pribumi sendiri. Banyak rakyat yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Carut marut pemerintahanpun semakin menambah beban di pundak rakya kecil. Kasus yang paling hangat adalah kasus freeport dimana sangat terlihat sekali kesenjangan hidup rakyat-rakyat papua sedangkan kekayaan hasil bumi mereka di angkut ke kota pusat dan di monopoli oleh pihak asing, sangat terlihat sekali penjajahan yang terjadi. Melihat realitas yang terjadi, kita tak bisa berdiam diri. Kini tuganya para pemuda untuk melanjutkan kembali estafet perjuangan, karena perjuangan belum berakhir. Seharusnya kita malu kepada para pahlawan terdahulu yang bermodalkan bambu runcing namun dapat mendepak para koloni-koloni penjajah. Kita harus menghargai usaha-usaha yang telah dilakuakn oleh para  pahlawan, dan cara mengapresiasikannya bukan hanya melalui peringatan hari pahlawan saja ataupun seremonial lainnya. Namun bukti konkrit lah yang harus kita lakukan. Terinspirasi dari buku Indonesia Optimis, walaupun kondisi Indonesia saat ini carut marut namun api semangat perjuangan harus terus menyala di dada kita.. Semangat,,Allahu Akbar!!
                                                                                                                                      Bandung, 10 november 2011

Kamis, 03 November 2011

Proses Pembuatan Rayon Viskosa

Proses Pembuatan Serat Rayon Viskosa
Diringkas dari Modul Pembuatan Serat Tekstil oleh
 Abdul Rohman Heryadi  08.K40059
Jurusan Kimia Tekstil 2008
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil Bandung
 

1.    Alkalisasi (Pembuatan Alkali Selulosa)
Proses pembentukan alkali selulosa dengan mereaksikan selulosa yang berbentuk pulp dengan NaOH 18%. Tujuannya adalah mendapatkan hasil berupa slurry alkali selulosa, penggembungan selulosa, menghilangkan kotoran, dan melarutkan hemiselolusa dengan NaOH.
Prosesnya dilakukan pada pulper, pulp dimasukan ditambah NaOH dan MnSO4 (katalis) hasilnya berupa slurry lalu dipompa ke slurry tank sehingga menghasilkan alkali selulosa. Lanjut ke slurry press untuk menghilangkan kelebihan NaOH dan perjalanan terakhir alkalisasi adalah dimasukan ke schedder dimana gumpalan akali selulosa akan dicabik-cabik membentuk scum (33-34% selulosa, 15-16% alkali, dan air).
2.    Proses Pemeraman
Hasil proses alkalisasi harus diperam untuk menurunkan derajat polimerisasi dari selulosa sehingga lebih mudah dilarutkan dalam proses selanjutnya. Proses ini dilakukan dalam alat aging drum dengan waktu pemeraman 5-6 jam dan kecepatan putar 0,3-0,6 rpm. Setelah itu, alkali selulosa dikirim ke hoppper untuk menghilangkan loga-logam alkali, dengan melewati blower bertekanan udara.
3.    Proses Xantasi
Alkali selulosa belum dapat dilarutkan, untuk itu perlu dirubah ke bentuk lain agar dapat dilarutkan untuk dipintal. Prosesnya alkali selulosa dirubah ke bentuk selulosa xantat dengan direaksikan dengan Karbon disulfida dalam alat yang dinamakan xantator.
Prosesnya alkali selulosa akan dimasukan ke dalamnya tetapi sebelum ditambahkan Karbon disulfida harus diperam dulu supaya tidak dihasilkan CS2 yang akan menimbulkan ledakan akibat reaksi antara udara dengan Karbon disulfida, pemeramam selama 7 menit. Setelah itu baru dialirkan Karbon disulfida dengan pengadukan 43 rpm selama 30-40 menit sampai akhirnya dihasilkan selulosa xantat.
4.    Proses Pelarutan dan Pencampuran
Pelarutan dilakukan dengan mereaksikan alkali selulosa xantat dengan NaOH 20 g/L pada alat disolver dan fine homogenizer yang berlangsung 1,25-1,75 jam pada kisaran suhu 15-20OC sehingga dihasilkan larutan yang kental yang disebut larutan viskosa. Proses ini dilakukan pada suhu rendah untuk menghindari terjadinya dekomposisi xantat dan produk samping. Untuk itu, xantator dilengkapi alat pendingin. Selanjutnya dialirkan ke blender untuk menghasilkan larutan yang lebih halus dan rata.
5.    Proses Pematangan
Proses ini dimaksudkan untuk menyempurnakan reaksi pembentukan viskosa dilakukan dalam alat ripening tank. Kematangan larutan dinyatakan dalam Ripening Indeks (RI) atau angka kematangan. RI dinyatakan dalam banyaknya (ml) Amonium klorida (NH4Cl) yang diperlukan untuk mengkoagulasi 20 gram viskosa yang dilarutkan dalam 30 ml air pada suhu 20OC.
Ada 2 macam penghambat yang harus dihilangkan sebelum larutan viskosa dipintal yaitu pengotor dari debu, karat, serta serat-serat halus yang dapat menyebabkan penyumbatan pada spineret dan timbulnya gelembung udara yang dapat memutus filamen serat saat dipintal. Pengotor pertama akan dihilangkan dengan dilewatkan pada first filter sedangkan jenis pengotor kedua akan disedot dengan deaerator.
6.    Spinning (Pemintalan)
Rayon Viskosa dipintal dengan pemintalan basah, prinsipnya larutan viskosa setelah dilewatkan pada cetakan serat (spineret) akan dimampatkan menjadi filament serat dengan dilewatkan pada larutan koagulan.
Setelah proses pematangan, larutan viskosa akan dimasukan ke dalam spinning tank sebagai penampung, lalu dipompakan ke candle filter (alat perantara sebelum masuk spineret, disini terjadi penyaringan ulang kotoran) melewati matering pump untuk menjaga kesetabilan aliran larutan. Setelah itu larutan viskosa dipintal lewat lubang spineret dengan diendapkan lewat larutan koagulan membentuk filament rayon atau disebut tow. Komposisi larutan koagulan yaitu:
-       Asam sulfat (H2SO4)
Meregenerasi lauratan viskosa (natrium selulosa xantat) menjadi selulosa.
-       Seng-sufat (ZnSO4)
Menghambat proses regenerasi yang terlalu cepat sehingga pembentukan lapisan kulit filamen lebih stabil (agar kecepatan pengendapan flamen di lapisan luar dan dalam tidak terlalu jauh sehingga diameter serat tidak terlalu mengkerut)
-       Natrium sulfat (Na2SO4)
Elektrolit kuat untuk membantu proses koagulasi dengan menajaga stabilitas ph (buffer) dan mencegah kerusakan filament yang sudah terbentuk oleh H2SO4.
Tow (kumpulan filamen) yang terbentuk, akan ditarik sehingga menimbulkan peregangan filament, ini dilakukan dengan dilewatkan pada guide adapun pengaturan peregangan oleh strech roller. Setelah itu tow akan diregangkan kembali dengan dilewatkan pada idle roller dan feed roller sebelum dipotong-potong.
7.    Pemotongan Tow
Tow merupakan kumpulan filament yang panjangnya tidak berujung untuk itu perlu dilakukan pemotongan agar memudahkan proses selanjutnya. Proses pemotongan dilakukan dengan memasukan tow pada mesin pemotong dengan posisi vertikal dengan bantuan semprotan air bersuhu 120OC tekanan 1,2 bar sehingga dihasilkan serat staple (potongan-potongan flilament) dengan kisaran panjang 32, 38, 44, 51, dan 60 mm.
8.    Proses Pengambilan Kembali Karbon disulfida
Serat rayon yang telah dipotong (staple) dilewatkan pada pipa-pipa kecil yang berlubang dengan injeksi uap, dengan tujuan mengambil CS2 dengan air, proses ini akan mengambil 30-40% CS2.
9.    After Treatment (Proses Pengerjaan Lanjutan)
Proses ini untuk menghilangkan sisa-sisa larutan koagulan dan sulfida yang masih menempel pada serat rayon viskosa. Serat rayon yang berbentuk hamparan dilewatkan pada mesin after treatment secara kontinyu dengan kecepatan conveyor  3-5 m/menit. Urutan proses pengerjaan lanjutan diantaranya:
-       Acid Free Wash (pencucian bebas asam)
-       First Washing (pencucian pertama/lanjutan)
-       Desulfurizing (penghilangan belerang)
-       Second Washing (pencucian kedua)
-       Bleaching (pengelantangan)
-       Third Washing (pencucian ketiga)
-       Final Washing (pencucian akhir)
-       Soft Finish (proses pelembutan)
10.  Proses Pengeringan dan Pengepakan
Serat kemudian dipress lewat squeeze roller lalu dikirim ke mesin wet opener untuk dicabik-cabik sehingga dengan serat yang terpotong lebih kecil akan lebih mudah dikeringkan. Selanjutnya serat dikeringkan ke mesin pengeirng denga dua tahap.
-       Pengeringan I suhu 100-130OC dengan sisa kadar air sekitar 35%
-       Pengeirngan II suhu 100-140OC dengan sisa kadar air 11-13%
Setelah itu serat akan dicabik-cabik lagi menjadi staple yang siap dipintal untuk benang di mesin feeder lalu, diteruskan ke mesin opener (mesin pembuka serat). Akhir proses serat dipak menjadi bale serat dengan berat sekita 250 kg.

Kamis, 13 Oktober 2011

“Proses Pengelantangan (Bleaching) pada kain Poliester 100%”


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Maksud dan Tujuan
v  Memahami tujuan dan mekanisme pengelantangan dan pemutihan optic pada bahan selulosa , sintetik dan campuran (selulosa & sintetik)
v  Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses pengelantangan dan pemutihan optik
v  Menguasai cara proses pengelantangan dan pemutihan optic dengan berbagai metode
v  Menganalisa dan mengevaluasi hasil proses pengelantangan dan pemutihan oprik.

1.2  Teori Dasar
a.       Tujuan pengelantangan dan pemutihan optik
Tujuan proses pengelantangan adalah untuk menghilangkan kotoran-kotoran organik, organik yang terwujud sebagai pigmen-pigmen warna alami yang tidak bisa hilang hanya dengan proses pemasakan saja. Hal yang sangat berbeda antara pengelantangan dengan pemutihan optik. Dimana tujuan proses pemutihan optik adalah untuk menambah kecerahan Karena bahan mampu memantulkan sinar lebih banyak sehingga kain Nampak lebih putih dan lebih cerah.
b.      Mekanisme pengelantangan dan pemutihan optik.
Proses pengelantangan ini dilakukan dengan merendam bahan dengan suatu larutan yang mengandung zat pengelantang yang bersifat oksidator maupun zat pengelantang yang bersifat reduktor. Senyawa-senyawa organik dalam bahan yang mempunyai ikatan rangkap dioksidasi atau direduksi menjadi ikatan tunggal atau menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga bahan tekstil tersebut menjadi putih.
Pada proses pemutihan optik bahan direndam dalam larutan zat pemutih optik dimana zat ini nantinya akan menyerap sinar ultraviolet dan memantulkannya menjadi sinar tampak pada daerah ungu-biru, sehingga jumlah sinar yang dipantulkan bahan bertambah dan mengurangi pantulan sinar pada daerah kuning atau merah pada bahan.
c.       Zat pengelantangan
Proses pengelantangan yang dilakukan pada selulosa umumnya menggunakan zat oksidator sebagai zat pengelantang. Zat pengelantang yang bersifat oksidator dibagi menjadi dua golongan:
Ø  Mengandung khlor      : Natrium hopoklorit, Natrium khlorit, kan kaporit.
Ø  Tanpa khlor                 : Hidrogen peroksida, Natrium peroksida, Natrium Boraks,        Kalium permanganate, Kalium Khromat.
d.      Metoda pengelantangan
Metoda yang digunakan untuk proses pengelantangan dapat dilakukan secara baik maupun kontinyu. Pengelantangan pada kondisi suhu kamar dapat juga dilakukan dengan menggunakan bak atau J-BOX tanpa pemanasan. Pada system kontinyu (dibenam peras) dengan larutan pengelantang dan didiamkan selama waktu tertentu bergantung dari khlor aktif yang digunakan.

Serat poliester adalah suatu serat sintetik yang terdiri dari polimer-polimer linier. Serat tersebut pada umumnya dikenal dengan nama dagang dacron, teteron, terylene. Poliester dibuat dari asam tereftalat dan etilena glikol. Dacron dibuat dari asamnya dan reaksinya dapat ditulis sebagai berikut:
 







Sedangkan terylene dibuat dari dimetil ester asam tereftalat dengan etilena glikol dan reaksinya sebagai berkut :
 








Sifat – sifat fisika serat poliester adalah sebagai berikut :
1.      Kekutan tarik serat  poliester adalah 4,0 – 6,9 gram/denier dan mulurnya adalah 11%-20% baik dalam keadaan basah maupun kering.
2.      Poliester mempunyai elastisitas yang baik sehingga kain poliester tahan kusut.
3.      Moisture regain dalam kondisi standar (27oC dan RH 65%) adalah 0,4% dan dalam RH 100% adalah 0,6% - 0,8%.
4.      Berat jenis serat poliester adalah 1,38 gram/cm3.
5.      Poliester mulai meleleh pada suhu 250oC-290oC dan terbakar,tetapi tidak meneruskan nyala api dan tidak menguning pada suhu tinggi
6.      Penampang melintang serat poliester berbentuk bulat didalamnya terdapat bintik – bintik dan penampang membujurnya membentuk silinder dengan dinding kulit yang tebal.

Sifat – sifat kimia serat poliester adalah sebagai berikut :
1.      Serat poliester sangat tahan terhadap jamur, bakteri dan serangga.
2.      Poliester berkurang kekuatannya dalam penyinaran yang cukup lama, tetapi ketahanan sinarnya masih lebih baik dibandingkan serat lainnya.
3.      Serat poliester jika direndam dalam air mendidih akan mengkeret sampai 7% dan beberapa zat organik seperti aseton, kloroform pada titik didihnya akan menyebabkan serat poliester mengkeret.
4.      Dimensi kain poliester dapat distabilkan dengan cara di het set.
5.      Poliester tahan asam pada suhu mendidih, tahan asam kuat dingin,tahan basa lemah, kurang tahan asam kuat, tahan zat oksidasi, alkohol, keton, sabun dan zat – zat untuk pencucian kering, poliester larut dalam meta-kresol panas, asam trifluoasetat-orto-klorofenol.
6.      Poliester akan menggelembung dalam larutan 2% asam benzoat, asam salisilat, fenol dan meta-kresol dalam air; dispersi 0,5% monokhlorobenzena, p-dikhlorobenzena, tetrahidronaftalena, metil benzoat dan metil salisilat dalam air ; dispersi 0,3% orto-fenil-fenol dan para-fenilfenol dalam air.
Serat-serat sintetik bersifat Thermoplastik, yaitu serat tersebut akan melunak pada suhu mendekati titik lelehnya, yaitu suhu transisi kedua serat tecapai. Pada suhu ini, akan terjadi pergerakan rantai molekul serat sehingga serat rantai molekul yang semula dalam keadaan tegang menjadi kendur, karena banyak ikatan hidrogen yang terputus membentuk suatu struktur rantai baru. Besarnya pengenduran dan perubahan struktur tersebut tergantung pada suhu dan lamanya waktu pemantapan panas, serta tegangan yang diberikan. Setelah didinginkan, ikatan hidrogen akan terbentuk kembali sehingga bentuk struktur tang baru ini akan kembali stabil pada proses selanjutnya, selama dilakukan pemanasan yang melebihi suhu proses pemantapan panasnya.

BAB II
ISI
2.1 Alat dan Bahan
Alat :
    • Beaker gelas / keramik 500 ml            1 buah
    • Pengaduk kaca                                    1 buah
    • Kasa + kaki tiga + Bunsen                  1 set
    • Timbangan digital
    • Bahan poliester                                   ukuran 25x25
    • Zat sesuai resep
Bahan :
§  H2O2
§  Wetting agent
§  TSP
§  Na2CO3
§  Air
2.2 Langkah Kerja
1. Timbang Kain yang akan dilakukan proses bleaching
2. Hitung Bahan atau zat-zat yang diperlukan
3. Buat larutan pereaksi sesuai dengan perhitungan
4. Lakukan proses Bleaching pada suhu 850C selama 60 menit.
5. Setelah proses bleaching dilakukan kemudian kain dicuci dengan air panas dan dibilas
    dengan air dingin.
6. Keringkan kain dan timbang berat kain
7. Hitung pengurangan berat kain dan tes derajat putih kain
Evaluasi
A.    Pengurangan Berat (%)
§  Menimbang kembali kain yang telah diproses dan kemudian membandingkannya dengan berat kain awal
§  Rumus persentase pengurangan berat :
B.     Test derajat putih
Dilakukan dengan cara visualisasi, metoda ranking
-      Letakan sTeori Dasar metoda Exhaust dan Padding menggunakan Pemitih optik siklik. pemutihing putih adalah metoda Pad-Steam dengan zat penemua kain yang akan ditest saling berdampingan dan Padding menggunakan Pemitih optik siklik. pemutihing putih adalah metoda Pad-Steam dengan zat pendibawah penerangan sinar matahari
-      Bandingkan semua kain dari derajat putihnya, dengan memberikan skor pada masing-masing kain, berikan skor tertinggi untuk kain dengan warna paling putih.
-      Jumlahkan semua skor dan urutkan dari nilai tertinggi ke yang rendah

2.3 Data Percobaan dan perhitungan
Perhitungan Resep
H2O2 (cc/l) = 1,256 ml
Air (ml) = 125,60 ml
TSP (cc/l) = 0,1884 ml
Na2CO3 (gr/l) = 0,3768 gram
Wetting agent (cc/l) = 0,1256 ml
Tabel 1.1 Tabel Resep Percobaan
Berat Kain awal (a1) = 6,28 gram
Bear kain akhir (a2) = 6,23 gram
A.    Perhitungan Pengurangan Berat






2.4 Diskusi dan Pembahasan
Proses percobaan pengelantangan(Bleaching) pada bahan poliester 100% perlu dilakukan, hal ini ditujukan untuk menghilangkan kotoran-kotoran organik, organik yang terwujud sebagai pigmen-pigmen warna alami yang tidak bisa hilang hanya dengan proses pemasakan saja. Proses pengelantangan dilakukan dengan merendam bahan dengan larutan H2O2, Na2CO3, Wetting agent, dan TSP dengan konsentrasi masing-masing larutan tertera pada Tabel 1.1 Tabel Resep Percobaan.
Senyawa-senyawa organik dalam bahan yang mempunyai ikatan rangkap dioksidasi atau direduksi menjadi ikatan tunggal atau menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga bahan tekstil tersebut menjadi putih. Metoda yang digunakan untuk proses pengelantangan dapat dilakukan secara baik maupun kontinyu. Pada system kontinyu (dibenam peras) dengan larutan pengelantang dan didiamkan selama 60 menit dalam suhu larutan yang mendidih. Proses bleaching bukan dari kain grey, namun dari kain yang telah melalui proses Desizing dan Scouring. Semua resep setiap kelompok sama tidak ada variasi baik itu volt maupun pereaksi, sehingga yang penjadi perbandingan adalah perbedaan resep pada proses sebelumnya yaitu pada proses scouring. Maka dari itu pada percobaan pengelantangan pada kain polyester 100 didapat hasil percobaan sebagai berikut:
      Hasil Pengurangan Berat tiap kelompok dalam persen (%)
Vlot
Kelompok1
Kelompok2
Kelompok3
Kelompok4
1:20
0,63
0,55
0,88
1,23
1:20
0,79
1,03
1,17
1,3
1:20
0,87
1,18
1,31
1,37
1:20
3,24
1,29
1,35
-
Rata-rata
1,38
1,01
1,18
1,3

Jika dilakukan analisis pada table hasil percobaan, maka akan terlihat bahwa hasil pengurangan berat setiap kelompok berbeda-beda serta adanya penaikan dan pengurunan persentase pengurangan berat. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh perbedaan resep pada proses scouring. Hasil yang didapat oleh kelompok satu sebesar 1,38%, kelompok 2 1,01%. Persentase pengurangan berat dari kelompok 1 ke kelompok 2 mengalami penurunan persentase pengurangan berat sebesar 0,37. Persentase pengurangan berat kelompok 3 sebesar 1,18%, dari kelompok 2 ke kelompok 3 mengalami kenaikan persentase pengurangan berat sebesar 0,17%. Kelompok 4 persentase pengurangan berat sebesar 1,3%, hasil persentase pengurangn berat dari kelompok 3 ke kelompok 4 mengalami kenaikan persentase pengurangan berat sebesar 0,12%. Dilihat dari persentase pengurangan berat terdapat penurunan dan penaikan persentase pengurangan berat. Idealnya persentase pengurangan berat mengalami penaikan karena pengaruh bedanya resep pada proses sebelumnya yaitu proses scouring, karena kain yang digunakan bukanlah kain grey polyester 100% namun kain yang telah mengalami proses scouring dan desizing. 























BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpilan sebagai berikut :
a.       Pada proses bleaching dipengaruhi oleh banyaknya H2O2.
b.      Semakin Tinggi penggunaan H2O2 sebagai zat pengelantang maka semakin tinggi persentase pengurangan berat.
3.2 Saran
Dalam melakukan proses pengelantangan (Bleaching) terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya:
1.      Karena sifat H2O2 yang mudah berubah maka harus diperhatikan apakah H2O2 tersebut masih layak digunakan atau tidak.
2.      Pada saat proses pelarutan pereaksi/ zat untuk proses pengelantangan sebaiknyan dilarutkan dalam air panas, hal ini ditujukan agar proses perendaman berjalan dengan cepat dan reaksipun berjalan dengan cepat pula.
3.      Penggunaan pereaksi haruslah benar, sesuai dengan perhitungan.